Selasa, 12 Juni 2012

Say No To 'Sungkan'

Walaupun saya orang JAWA ASLI... Sempat terbersit di pikiran saya, ada apa dengan orang jawa? Mengapa mereka selalu dan selalu sungkan. Ini sungkan, itu sungkan, apapun sungkan.

Semisal ketika kita sedang bertamu di rumah orang, kemudian kita ditawari makan. 

Tuan rumah: ayo tamu, makan dulu. (senyum 2-2-7 ala pak harto)
Tamu: oh iya, tuan rumah, terima kasih, saya sudah makan (senyum ambigu) 
Tamu: (kesempatan makan nih, tapi sungkan, ntar dikira rakus) #nahanlapar

Anda kira sungkan itu hanya ada ketika menjadi tamu? Ooo tidak, menjadi tuan rumah pun banyak sungkannya. Misalnya kalau nggak nawarin makan, sang tuan rumah sungkan, nanti dikira pelit, akhirnya ditawari jugalah makan walaupun sebetulnya di meja makan belum tentu ada makanan.

----------------------------------------------------STOP------------------------------------------------------------

saya stop dulu karena dari sini pasti udah mulai kontroversi ini

*ini gimana sih penulis, ngaku Jawa kok nggak ngerti sungkan, nggak ngerti sopan santun!!*
(ujar seorang pembaca dalam hati)

*setuju! pasti nggak pernah ngerti toto kromo!*
(ujar seorang pembaca lain dalam hati)

weits, tunggu dulu, saya punya pembelaan. . . . . 

Bagi saya, sopan dan sungkan itu dua konteks yang bagaikan bumi langit. Sopan, artinya kita bisa berlaku tepat waktu dan tepat tempat, alias disiplin. Sopan bukan berarti harus lemah lembut, alon-alon, thimak-thimik, lemah gemulai, karena sopan itu bukan menari Srimpi. 

Okelah, mungkin dengan orang yang lebih tua (dalam hal umur, pangkat, ilmu, dll.) ada baiknya kita merendahkan suara, menjaga intonasi, tapi tetap tidak klemar-klemer dan tidak lelet, apalagi lelet yang dibuat-dibuat. Tapi bagaimana dengan teman sepergaulan, kondisi di jalan raya, masihkah kita perlu sikap seperti seorang penari kraton? Tentu Tidak.

Itu sopan menurut definisi saya.. sekarang lanjut ke sungkan..

Sungkan itu berarti membohongi diri sendiri, menipu keadaan agar terlihat sempurna, walaupun aslinya tidak. Contoh seperti orang yang diatas, yang nawari makanan tuh ketika ada tamu, atau tamu yang nggak mau makan ketika disuguhi.


------------------------------------------STOP----------------------------------------------------------------

Saya STOP lagi karena kontroversi pasti semakin menggila.

*Wah! ente kafir jangan-jangan, nggak mau ngikutin Rasul, padahal Rasul kalau ada tamu pasti disuguhin sesuatu untuk dimakan/diminum tamunya.*
(teriak seorang pembaca)

*Betul itu, udah jangan nerusin baca ini! Artikel sampah!!*
(teriak seorang pembaca yang lain)

hei, saya masih punya pembelaan lho. Lain dengan Rasulullah SAW, beliau menyediakan makanan untuk tamunya untuk menyenangkan tamunya, sedangkan kita? menyediakan makanan agar tidak dibilang pelit, apalagi bagi seorang pejabat, pengusaha kaya juga.

tamu yang menolak makan tadi juga, bukankah itu berbohong pada diri sendiri, menyiksa diri sendiri? sudah jelas lapar, masih sungkan. makan tu sungkan sampai kenyang. bukankah berbohong itu dilarang dalam Islam?

Oke, berbohong itu boleh dalam Islam, tapi tentunya bukan dalam hal seperti tersebut diatas. oke?

----------------------------------------------STOP--------------------------------------------------------------

sampai di sini dulu artikel saya. terima kasih.

n.b. jika anda membaca sampai sini, berarti anda sependapat dengan saya, karena jika tidak mungkin anda sudah pergi di tanda STOP pertama atau kedua. :D

with love from Malang.

"Saya orang yang punya malu dan jelas tahu sopan santun, tapi saya belajar untuk menghapus rasa sungkan dalam diri saya" 


0 comments:

Posting Komentar

Powered By Blogger