Kamis, 02 Februari 2012

Berjuang Dalam Istiqomah, Istiqomah Dalam Berjuang

Transisi Kekuasaan. “Lho?” Mungkin ini yang muncul di benak para pembaca yang budiman –dan budiwati– ketika membaca dua kata awal yang saya tulis dalam sebuah kumpulan kata-kata ini. Apa hubungannya transisi kekuasaan dan judul yang ditulis? Oke, saya beberkan sedikit. Transisi, pasti anda tahu, adalah suatu metode lain untuk menyebut kata ‘peralihan’ atau ‘perpindahan’. Transisi terjadi dalam setiap hal, misalnya, transisi kekuasaan, seperti yang sudah saya tulis di awal tadi, dari Pak Karno ke Pak Harto ke Pak Habibi dan seterusnya sampai sekarang Pak SBY. Transisi juga terjadi pada manusia, dimana dulu kita ketika kecil masih imut-imut sampai sekarang sudah amit-amit.

Transisi kita bukan hanya dari fisik saja, tapi juga psikis. Misalnya kita semasa kecil dulu ketika ditanya “cita-citanya jadi apa?” hampir semua menjawab “jadi pilot”, “jadi astronot”, atau “jadi tentara”. Sekarang kita sudah semakin dewasa dan hanya sedikit dari kita yang Istiqomah, memegang teguh impian masa kecil kita itu. Tidak sedikit dari kita yang mengganti impian itu menjadi sesuatu yang baru, misalnya ingin jadi dosen, jadi progammer, jadi arsitek, dan lain sebagainya yang tentu saja variasi jawabannya lebih banyak dari masa lalu.

Masa transisi itupun dimulai ketika kita beranjak dewasa, dari kecil menuju remaja. Impian-impian yang lebih variatif muncul dan kita Istiqomahkan dalam hati. Kita mulai Istiqomah dalam belajar, misalnya bagi mereka yang ingin jadi seorang guru bahasa atau mungkin diplomat maka kemampuan berbicara dan berbahasanya ditingkatkan. Bagi mereka yang berkeinginan menjadi olahragawan maka kebugaran tubuhnya ditingkatkan dan mulai mempelajari lebih dalam olahraga yang disenangi. Pun demikian dengan cita-cita dan asa yang lain, kemampuan yang menunjang asa tersebut pasti akan kita kembangkan.

Masa ‘Pengistiqomahan’ ditunjang dengan program pemerintah yaitu penjurusan yang dimulai pada kelas dua SMA/MA. Umumnya ada jurusan IPA, IPS, dan Bahasa pada sekolah umum dan Agama pada madrasah aliyah. Dalam masa Pengistiqomahan ini kita sudah dijauhkan dari hal-hal yang tidak berkaitan dengan jurusan yang sudah dipilih. Bagi yang memilih terjun ke dunia sosial maka dijauhkan dari hal-hal yang berbau fisika, kimia, dan biologi. Bagi mereka yang mengabdikan dirinya ke dunia sains maka dijauhkan dari hal-hal yang berbau geografi, ekonomi, dan sosiologi. Bagi yang memilih jalan di bahasa, maka dijauhkan dari dari ipa dan ips. Ilmu-ilmu yang sifatnya umum tentu semua tetap mendapatkan. Tujuan dari pembatasan materi pelajaran ini tentu agar semakin mantap dalam jalan yang sudah dipilih.

Namun, sayangnya keistiqomahan kita dalam menempuh jalan yang sudah dipilih itu terkadang perlu dipertanyakan. Ada yang mulai goyah, ada yang berusaha melompat ke negeri seberang, dan semacamnya. Melompat ke negeri seberang ini banyak kita temui, misalnya yang dulunya mengambil disiplin ilmu ipa jadi terjun ke dunia ips, pun demikian mereka yang dari dunia ips dan bahasa ada yang mencoba menyeberang ke dunia ipa.

Hal ini bukan hal yang haram, karena regulasi di Indonesia memang memperbolehkan kejadian-kejadian seperti itu. Tapi, jika kita memutuskan untuk menyeberang maka...

1. Kita (bisa) dicap plin-plan

Dulu saling bersaing dalam masa perjuangan, membanggakan negeri masing-masing, lalu berusaha agar negeri masing-masing itu menjadi negeri yang banyak prestasi, lebih menarik, dan sebagainya, lalu tiba-tiba kita membelot ke negeri seberang. Tentu bukan hal yang menyenangkan jika meninggalkan kawan-kawan seperjuangan dan stempel plin-plan mungkin mendarat di nama kita.

2. Kita merenggut masa depan negeri seberang

Masa depan yang tertata rapi bagi teman-teman kita di negeri seberang tiba-tiba kita rebut. Kita menjadi saingan bagi kawan-kawan yang ada di negeri seberang dengan melompat ke dalam negeri mereka. Tempat yang seharusnya cukup untuk mereka tempati jadi penuh. Persaingan mereka sudah cukup berat, malah kita tambahi. Bukankah itu menjadikan kita saudara yang tidak baik?

Dan yang paling penting. . .

3. Ilmu kita yang sudah dimiliki menjadi sia-sia...

Mungkin ini yang paling bahaya, ilmu kita menjadi sia-sia, menjadi tidak terpakai. Padahal banyak diantara kita yang dulu berprestasi dalam ilmunya sendiri kemudian malah melompat ke negeri seberang, meninggalkan ilmu-ilmu yang sudah kita dapat susah payah. Sebetulnya permasalahan itu bukan permasalahn yang besar, karena itu jalan hidup kita masing-masing. Tapi, sampai hatikah kita membuat waktu guru-guru kita menjadi sia-sia, karena mereka mengajarkan hal-hal yang tidak akan kita pakai dalam tingkatan selanjutnya. Yuk kita renungi sejenak.

Sampai juga akhirnya di penghujung tulisan ini. Mungkin reaksi pembaca bermacam-macam, ada yang berubah membenci penulis, mungkin ada juga yang sependapat dengan penulis. Namun, perlu pembaca sekalian sekedar tahu, tidak ada niatan dalam diri penulis untuk menyerang suatu pihak-pihak tertentu, tulisan ini hanya sekedar mengingatkan saja kepada pembaca dan penulis pribadi.

Mari, kita menjadi pribadi yang menghormati hak-hak saudara-saudari kita. Mari, kita menjadi pribadi yang istiqomah. Istiqomah dalam berjuang, dalam berkarya, dan dalam meraih asa. Istiqomah pula dalam menghormati hak-hak saudara-saudari kita.

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Q.S.103:1-3)

Sekian dari penulis, jika ada kurangnya itu murni dari saya dan mohon maafkanlah, jika ada lebihnya itu berkah dari Gusti Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa dan mari kita bertasbih memujinya.

:D

0 comments:

Posting Komentar

Powered By Blogger