Selasa, 29 Mei 2012

Indonesia Menulis

Menulis. Satu dari empat aspek bahasa yang paling sulit. Berbicara, mendengar, membaca, lalu menulis. Paling tidak secara tingkat kesulitan itulah urutannya. Yang paling gampang berbicara. Memang, kita dari lahir procot sampai nanti tua renta, pasti banyak bicara. Bicara ini, itu, bicara kebaikan tetangga, keburukannya pun tak luput dari sasaran kita. Coba tengok, bayi-bayi yang baru lahir, pasti menangis, mereka 'berbicara' dengan bahasanya sendiri. Mana ada coba, bayi baru lahir langsung diam mendengarkan dokter bicara apa ke dia, atau mungkin bayi lahir langsung membaca nametag dokter/suster yang menggendong, yang tidak mungkin lagi adalah bayi yang baru lahir langsung menulis ucapan terima kasih untuk ibunya karena melahirkan.

Seiring dengan perkembangan usia, kemampuan berbahasa kita seharusnya meningkat. Mulai tumbuh kita belajar untuk mendengar kata orang, kita mendengar apa kata bapak ibu, tetangga, kakak, kakek nenek, dan banyak orang lain. Lalu sampailah kita pada tingkatan yang berikutnya, berbicara. Berbicara, mengutarakan isi hati dan isi otak. Pada awalnya kita cuma bisa bicara sepatah dua patah kata, lalu meningkat seiring perkembangan usia dan tak jarang kata-kata yang 'ajaib' ikut terlontar.

Maka sekarang sudah waktunya kita menulis. Menulis apapun itu, asal bermanfaat. Bisa cerpen, artikel, karya ilmiah, esai, dan lain sebagainya. Menulis adalah bukti eksistensi kita sebagai manusia, utamanya kaum akademisi. Tuangkanlah ide-ide cemerlang kita melalui tulisan, jangan hanya dibicarakan. Pembicaraan mungkin akan hilang termakan zaman, tapi percayalah kawan, tulisanmu akan tetap abadi dan dikenang.

Menulislah dengan hati. Jernihkan hati, jernihkan pikiran. Dekatkan diri pada Tuhan. Kelak hasil tulisan yang keluar dari tangan-tangan kita akan bermutu dan bermanfaat untuk semua.

0 comments:

Posting Komentar

Powered By Blogger