Senin, 27 Januari 2014

Resensi: Film The Raid: Redemption

Oke, kali ini saya menulis mengenai resensi film. Saya rasa kurang cocok kalau disebut resensi karena biasanya resensi itu untuk buku. Tapi ya sudahlah, nggak apa-apa. Yang penting sih isinya. Film The Raid tayang pada tahun 2011. Saya tahu, sudah dua tahun berlalu tapi sejujurnya saya baru lihat filmini dua hari yang lalu. Pff... Ketahuan banget saya ketinggalan film ya? Ya sudahlah. Tak apa

Tokoh utama dalam film ini adalah Rama (Iko Uwais) seorang anggota polisi yang harus meninggalkan istrinya yang sedang hamil demi melaksanakan tugas. Film ini bercerita tentang serbuan sebuah grup elit polisi yang dipimpin oleh Sersan Jaka (Joe Taslim) dan Letnan Wahyu (Pierre Gruno) ke apartemen milik Tama Riyadi (Ray Sahetapy) seorang bos kriminal yang kuat. Ia terlibat berbagai macam kejahatan, seperti perampokan, pembunuhan, dan kejahatan-kejahatan lain. Tapi yang terutama adalah kerajaan narkobanya. Dalam menjalankan aksinya, Tama memiliki dua orang kepercayaan, yaitu Mad Dog (Yayan Ruhiyan) dan Andi (Donny Alamsyah)


Dalam penyebuan ini, semua berjalan lancar, sampai lantai enam dimana seorang bocah memergoki tim elit ini. Bocah ini segera memperingatkan Tama melalui interkom yang terpasang di setiap lantai. Neraka dimulai! Tama memerintahkan penghuni apartemennya (yang saya simpulkan juga merupakan para kriminal) untuk menyerang tim elit ini. Jadilah pasukan itu menjadi bulan-bulanan para penghuni apartemen.

Satu persatu anggota tim mati. Menyisakan Rama, Bowo (Tegar Satrya) yang terluka, Letnan Wahyu, Sersan Jaka, dan Dagu (Eka Rahmadia). Mereka berlima terpaksa berpisah. Rama dibantu seorang penghuni yang taat hukum, Gofar (Iang Darmawan) merawat Bowo. Sedangkan Letnan Wahyu, Sersan Jaka, dan Dagu lari mencari rute lain. Sayangnya di tengah jalan, Sersan Jaka dibunuh oleh Mad Dog dalam pertarungan satu lawan satu.

Rama sendiri setelah merawat Bowo harus berhadapan dengan Andi, yang ternyata adalah kakaknya yang lari dari rumah. Rama tak mampu membujuk Andi untuk pulang, tapi Andi berjanji akan mengeluarkan adiknya itu hidup-hidup dari apartemen maut itu. Sayangnya tindakan Andi itu diketahui Tama melalui CCTV yang tersebar di apartemennya. Jadilah Tama memerintahkan Mad Dog untuk menyiksa Andi. Rama yang mengetahuinya berjuang menyelamatkan kakanya.

Di akhir cerita, Letnan Wahyu akhirnya berhasil menangkap Tama. Rupanya mereka berdua sudah saling kenal. Letnan Wahyu bukanlah orang yang baik, ternyata dia memiliki perjanjian gelap dengan Tama. Tama yang membocorkan rahasia-rahasia Wahyu akhirnya dibunuh. Wahyu sendiri akhirnya ditangkap setelah gagal bunuh diri. Andi berhasil memenuhi janjinya untuk mengeluarkan adiknya hidup-hidup walaupun dengan luka di sana-sini.

Film ini saya akui memang tidak banyak bicara. Lebih banyak bak buk dan dor dor nya. Hehehe. Tapi itulah yang saya suka. Film ini punya ciri khas. Nah, sebagaimana resensi yang lain, saya akan memberikan plus minus dari film ini. Sekedar opini saja.

Plus:
1. Tama Riyadi. Si Ray Sahetapy benar-benar cocok memerankan bos kriminal. Gayanya di film ini slengekan, jahat, culas. Seolah-olah ia bersenang-senang dengan kejahatannya. Bisa dilihat waktu dia mengeksekusi empat orang di kantornya sambil makan mi. Seolah-olah nyawa orang nggak ada harganya di mata dia. Kemudian Ray juga berhasil memainkan karakter yang berbeda. Benar-benar tenang, santai ketika penyerbuan. Tapi dia bisa memunculkan ekspresi panik ketika ditangkap Wahyu di akhir film. Salut bener dah sama orang ini

2. Mad Dog. Greget. Harus diakui, dibandingkan Joe Taslim, Iko Uwais, dan Doni Alamsyah, Yayan Ruhiyan a.k.a. Mad Dog berantemnya jago banget. Well, memang itu sudah diatur dalam skenario, tapi tetep keren cuy. Melawan Sersan Jaka yang notabene badannya hampir dua kali Mad Dog, kemudian dilanjut melawan kakak adik Rama-Andi. Wah, seru bener.

3. Umpatan di film ini bener-bener kerasa banget. Anda akan terbiasa mendengar Anjing, Bangsat, dan makian-makian lain di film ini.

4. Joe Taslim selaku sersan Jaka. Dia berhasil memainkan ekspresi wajahnya. Bagus banget. Penonton bisa merasakan kebenciannya pada Letnan Wahyu, juga kebingungan waktu Mad Dog menantangnya duel satu lawan satu.

Minus:
1.Bahasanya kaku. Jujur kaku banget. Terdengar terlalu sopan untuk ukuran film aksi. Misalnya seorang sniper yang berkata ke temannya, "Aku ambil yang kiri kamu ambil yang kanan." Haha. Terlalu sopan untuk ukuran penjahat.
2. Beberapa adegan humor juga ada di sini. membuat agak hilang gregetnya. Ketika Mad Dog menyeret mayat Sersan Jaka kemudian bertemu Andi di lift, juga ketika geng golok mendobrak masuk ke kamar Gofar. Mau tidak mau saya dipaksa tertawa gara-gara dua adegan itu.

Yah, saya rasa itu sih plus minusnya. Memang sebuah film nggak mungkin sempurna pasti ada kurangnya. Yang jelas film ini nggak cocok buat anak-anak, mengingat bahasa yang kasar dan adegan kekerasan. Ya, kekerasan cuy dimana-mana. Darah kayak nggak ada habisnya di sini.

Menurut saya, di sini Iko Uwais dan beberapa pemain lain, Yayan Ruhiyan, Joe Taslim, dan figuran-figuran lain, agak terlalu cepat dalam menyampaikan dialognya. Jadi kurang bisa didengar. Ya mungkin karena mereka terhitung baru dalam dunia perfilman. Bandingkan dengan Donny Alamsyah, Ray Sahetapy, dan Pierre Gruno yang notabene 'lebih senior'. Dialog-dialog mereka jelas dan bisa ditangkap dengan baik. Yah, tak apa lah. Cuma masalah jam terbang saja. :v

Oke, itu resensi dari saya. Bener-bener greget lah film ini.

Ini beberapa Screen Shot yang saya ambil dari film. Maaf, kualitasnya kurang sip. hehe.


 1. Makan mi sebelum mengeksekusi
 2. Greget. Mad Dog vs Sersan Jaka. "Ini baru asik, ini baru ada gregetnya. Ini mainan yang uga suka."
 3. Akhirnya keluar dari apartemen maut
4. "Anjing!" Kata-kata terakhir Tama Riyadi

0 comments:

Posting Komentar

Powered By Blogger